Sabtu, 06 Agustus 2016

17.46

Agen Poker Online - Terkadang sesuatu yang terasa mustahil dilakukan, ternyata dapat diwujudkan dengan adanya semangat, kerja keras dan pantang menyerah. Seperti yang terjadi pada hidup seorang pria berkebangsaan India berikut ini.



Ambarish Mitra melarikan diri dari rumahnya pada usia 15 tahun, lalu hidup menggelandang di New Delhi, India. Ia dibesarkan dalam keluarga sederhana di kota perminyakkan Dhanbad, Jharkhand, di timur India.

Pria yang kini berusia 37 tahun itu memutuskan untuk lari dari rumah, setelah gagal dalam pelajarannya di sekolah. Ia merasa tidak bahagia akibat ambisi ayahnya yang menginginkan dirinya menjadi seorang insinyur, sedangkan dia bercita-cita menjadi ahli komputer.

Suatu hari setelah mempersiapkan rencana kabur selama berminggu-minggu, Mitra menulis sebuah surat untuk orang tuanya, memberitahukan bahwa dia keluar dari rumah.

"Aku menulis, 'aku pergi ke Mumbai', kalimat yang sering didengar di film-film. Naif memang," kata Mitra.


Alih-alih pergi ke Mumbai, ia malah melakukan perjalanan ke New Delhi. Di kota itu, dia hidup sebagai gelandangan, berbagi gudang yang terbuat dari tanah liat bersama dengan beberapa orang jalanan lainnya.

Tempat itu sangat jorok. Mitra muda harus tidur di lantai bersama dengan 6 orang gelandangan lainnya. Pada saat pelarian dirinya, Mitra bekerja sebagai loper koran dan pelayan restoran.

Dia lalu melihat iklan pada halaman koran mengenai kompetisi ide bisnis dengan hadiah sebesar US$ 10.000 atau setara dengan 130 juta rupiah.

Mitra memenangkan lomba tersebut, dengan menggagas ide internet gratis untuk perempuan yang memiliki gaji di bawah rata-rata.

Ide tersebut terinspirasi oleh apa yang ia rasakan di dalam keluarganya, perbedaan antara perempuan 'tangguh' dan budaya yang berkembang di kalangan masyarakat India.

Dengan menggunakan uang hadiahnya, Mitra yang saat itu sudah berusia 16 tahun, meluncurkan jaringan informasi khusus perempuan atau Women Infoline.


Bentuk dari bisnis usahanya adalah dana yang dihasilkan dari pembuatan iklan akan digunakan untuk menyediakan akses internet gratis.

Pada masa jayanya, sekitar 125 orang bekerja untuk Mitra. Namun ia mengatakan usaha tersebut tidak terlalu menguntungkan sekaligus batu loncatan yang kurang bagus.

Setelah menghasilkan sejumlah uang dari Women Infoline dan berbaikan dengan keluarganya, Mitra memutuskan untuk pindah ke Amerika Serikat. Ia ingin mendirikan perusahaan teknologi berbasis AS, namun usahanya tidak berjalan sesuai rencana.

"Hampir sembilan tahun berlalu, dari tahun 2001 hingga 2010, semua yang kulakukan adalah bencana. Ide-idenya bagus, tapi sulit untuk menjalankannya. Aku bahkan tidak memiliki uang sepeser pun," kata Mitra.

Suatu ketika, Mitra bekerja kembali di sebuah perusahaan asuransi, bergabung menjadi karyawan tingkat rendah. Ia merasa tidak puas dengan pekerjaannya tersebut. Bahkan ia bisa menyelesaikan tugasnya selama satu minggu dalam waktu enam jam saja.

Merasa frustasi, Mitra lalu memutuskan untuk pergi ke sebuah bar dan mulai mengkonsumsi alkohol, menjadi pemabuk berat. Namun semuanya berubah pada satu malam di suatu klub di Surrey, London Selatan.

"Aku berada di tempat itu seperti biasa bersama Omar Tayeb. Putaran terakhir, aku meletakkan uang di meja dan membuat lelucon dengan mengatakan, 'bayangkan jika Ratu Elizabeth keluar dari uang kertas tersebut?' Benar-benar lelucon yang bodoh," kata Mitra.


Mendengar lelucon tersebut, Omar, pria yang selalu ia gambarkan sebagai orang pintar berpendidikan, membuat prototipe aplikasi dari wajah Mitra, ditempelkan di atas wajah sang Ratu.

Untuk beberapa saat, Mitra menggunakan aplikasi tersebut untuk menjahili orang-orang di bar, hingga ia sadar bahwa mereka harus membuat sebuah aplikasi yang bisa 'melihat apapun di dunia, dan memberikan konten di atasnya'.

Dari keisengan tersebut lah yang akhirnya melahirkan aplikasi smartphone Blippar.

Saat ini, 20 tahun setelah masa itu, Mitra menjadi bos besar Blippar, aplikasi smartphone senilai US$ 1,5 juta atau setara dengan Rp 19,5 Miliar.

Berkembang pesat, Blippar kini memiliki 12 cabang di seluruh dunia, termasuk London, New York, San Fransisco, New Delhi dan Singapura.

"Kami relatif besar untuk perusahaan yang masih tergolong muda," kata Mitra.

Blippar merupakan sebuah aplikasi augmented reality (pembesar gambar) yang digunakan untuk membantu memasarkan produk, menggunakan kamera smartphone.


Aplikasi tersebut juga bisa digunakan untuk memperbesar dan mempertajam sebuah objek, dilengkapi dengan informasi penting mengenai benda tersebut.

Perusahaan tersebut mendapatkan penghasilan dari kerjasama dengan berbagai penerbitan dan perusahaan seperti Conde Nast, Jaguar, Unilever dan Nestle.

Seperti baru-baru ini, Coca Cola bekerjasama dengan Mitra membuat iklan pemasaran produk terbatasnya, yang memungkinkan pelanggan memainkan musik bertema jukebox, saat membuka aplikasi tersebut.

Aplikasi ini juga digunakan di 67.000 sekolah di seluruh penjuru dunia, termasuk Inggris, AS, India, dan Kanada.

Menurut seorang pakar teknologi, Chris Green, Blippar bisa meroket di pasaran karena penggunaannya yang sederhana dan tidak berbelit-belit.

"Tidak membutuhkan perangkat keras (hardware) untuk mengoperasikan aplikasi tersebut. Bisa menggunakan smartphone. Sederhana. Aspek penting perangkat tersebut sudah ada di dalam Smartphone, jadi tidak ada penghambat dalam penggunaannya," kata Chris.

Selanjutnya, Mitra berencana untuk mengembangkan aplikasinya, agar dapat mengidentifikasi semua jenis benda di dunia. Ia juga berencana menjadikan aplikasi buatannya sebagai alat bantu bagi orang buta huruf, seperti menyediakan panduan suara untuk jaringan kereta api.

Baru-baru ini, saat kembali ke New Delhi untuk mengunjungi teman, Mitra berkata ia mengingat betul semasa melarikan diri saat masih berusia belasan tahun dahulu.

"Aku berpikir, jika aku bisa bertahan, aku bisa melalui apapun. Aku mendapatkan pengalaman yang menarik, dan senang bisa hidup," ujarnya kemudian.