Minggu, 21 Agustus 2016

09.07

Agen Poker Online - Olimpiade merupakan puncak pembuktian prestasi atlet, dimana mereka bekerja keras bersaing untuk mendapatkan kehormatan dan kemuliaan, bagi diri sendiri maupun negara.



Ajang olahraga internasional tersebut juga merupakan penilaian terhadap hasil latihan, yang dilakukan oleh olahragawan pria dan wanita selama empat tahun.

Sudah menjadi rahasia umum bahwa Olimpiade juga merupakan salah satu 'ajang' pesta seks bagi para atlet dunia.

Beberapa olahragawan menggunakan waktu dua minggu perayaan pesta olahraga tersebut, untuk mengeluarkan lebih banyak 'keringat' dan mengeksplorasi kenikmatan yang mereka dapatkan setelah pertandingan.

Kampung Olimpiade atau Olympic Village, tempat dimana para atlet tinggal selama gelaran pesta olahraga sejagad, kerap disalahgunakan untuk mengumbar hasrat. Beberapa atlet bahkan mengatakan, berhubungan seks membuat mereka lebih rileks dan membantu dalam pencapaian medali.

"Sangat menegangkan.. Beberapa menunggu hingga pertandingan mereka selesai (untuk berpesta), sedangkan yang lain melakukannya di sela-sela latihan," kata seorang sumber.

Penyelenggara Olimpiade Rio de Janerio, sudah melakukan antisipasi, dengan membagikan lebih dari 450 kondom, kepada 10.500 atlet yang berpartisipasi dalam ajang tersebut.

Rata-rata setiap olahragawan mendapatkan setidaknya 42 kondom. Dan alat kontrasepsi itu diperkirakan bakal maksimal digunakan.

"Mereka sangat berhati-hati sekali tahun ini karena penyebaran zika" ujar salah seorang sumber.

Tradisi mendistribusikan alat pengaman seks itu dimulai pada Olimpiade 1988 di Seoul, dan segera dilestarikan hingga kini.

Saat itu, banyak kondom bekas berserakan di atas atap kampung atlet, membuat Asosiasi Olimpiade melarang atlet melakukan seks di luar ruangan.

"Beberapa atlet bertemu dengan atlet lainnya melalui aplikasi pencarian Tinder atau yang lainnya, karena lebih gampang. Mereka lalu pergi berkelompok, berpasangan. Mereka melepaskan hasrat setelah berlatih keras," kata seorang sumber.

Sayangnya, beberapa atlet 'bandel' tidak memperhitungkan dengan matang bahwa melanggar aturan tersebut dapat menyebabkan mereka ditahan, dipulangkan, bahkan dilarang untuk mengikuti Olimpiade selanjutnya.

Seperti yang terjadi pada salah satu pesenam Belanda, Yuri Van Gelder. Ia berhasil lolos ke babak final. Namun sayangnya, Yuri dilaporkan tidak akan berpartisipasi dalam pertandingan tersebut.


Hal itu disebabkan oleh pelanggaran yang dilakukan oleh pria 33 tahun itu yaitu kedapatan mabuk alkohol. Yuri dilaporkan menyelinap keluar dari Olympic Village dan gagal pulang tepat waktu demi merayakan kemenangannya di babak semi final.

"Sangat menyakitkan bagi Yuri untuk tidak berpartisipasi. Namun tindakakannya itu tidak dapat diterima. Dalam aturan olahraga ini adalah sebuah bencana, tapi kami tidak punya pilihan lain," kata duta tim Belanda, Maurits Hendriks.

Yuri dilaporkan sebelumnya memang memiliki perilaku yang tidak pantas. Pada 2009, atlet itu dilarang ikut serta bertanding oleh Dutch Gymnastic Union, karena mengkonsumsi kokain 3 hari sebelum pertandingan nasional.

Skandal lain menimpa seorang petinju asal Maroko. Hassan Saada ditangkap polisi Brasil atas tuduhan penyerangan seksual terhadap dua perempuan yang bertugas bersih-bersih di kampung atlet di Rio de Janeiro.


Hakim Brasil, Larissa Nunes Saly, memerintahkan penahanan Saada selama 15 hari, sambil menunggu hasil penyelidikan.

"Hassan harus tetap berada di dalam tahanan sementara kasusnya diselidiki. Sebab ada risiko ia bisa melakukan pelanggaran yang sama atau melarikan diri dari Brasil," kata Larissa.

Kasus serupa juga terjadi pada atlet cabang tinju asal Namibia, Jonas Yunias Jonas. Ia dituduh melakukan pelecehan seksual terhadap asisten rumah tangganya. Petinju yang membawa bendera Namibia pada upacara pembukaan Olimpiade Rio itu kini telah ditangkap.


"Jonas Yunias Jonas. 22 tahun, telah ditahan atas penyerangan seksual terhadap perempuan di sebuah ruangan di perkampungan atlet di Rio de Janeiro," ujar juru bicara polisi setempat.

Selain skandal-skandal pelecehan diatas, ada pula skandal tentang atlet yang bersikap buruk sehingga diawasi dengan sangat ketat.

Mereka adalah para atlet renang Australia, dimana kini sedang berada dalam pengawasan yang ketat selama Olimpiade Rio berlangsung. Hal tersebut diakibatkan oleh tingkah buruk yang mereka lakukan pada tahun sebelumnya di London.

Para perenang Negara Kangguru itu berada dalam masa percobaan. Mereka dilarang meminum alkohol selama Olimpiade berlangsung. Tidak hanya itu, para atlet juga hanya akan disajikan makanan dan minuman bebas alkohol, selama penerbangan dari Rio menuju Australia.

Mereka diperbolehkan mengkonsumsi minuman tersebut hanya di luar kampung olimpiade, dengan pengawasan tentunya.

Pada Olimpiade London 2012, para perenang Australia itu berpesta terlalu berlebihan. Mereka tidak tidur dan menimbulkan kekacauan.

Tim renang gaya bebas pria itu menenggak pil tidur, sebagai salah satu sesi 'kebersamaan' tim. Hal tersebut mengakibatkan salah seorang atlet mabuk berat dan memecahkan jendela toko.


"Kami mengharapkan mereka berperilaku baik selama di Rio. Kami tidak akan mentoleransi perilaku buruk." kata pimpinan kontingen Australia, Kitty Chiller.

Asal usul kenakalan tim renang Australia berawal dari Olimpiade Tokyo 1964. Pada saat itu, perenang bernama Dawn Fraser, membuat sponsor tim mereka marah, dengan mengenakan baju renang usang yang dianggapnya lebih nyaman.

Tidak hanya itu, Fraser juga diduga mencuri bendera Olimpiade, dari tiang bendera yang terletak di luar istana Jepang.

Perempuan itu akhirnya ditangkap aparat setempat. Tapi akhirnya dilepaskan tanpa tuduhan, bahkan bendera yang diambilnya diberikan sebagai 'oleh-oleh'.

Fraser juga diperbolehkan untuk membawa bendera Australia, pada saat upacara penutupan Olimpiade. 

Walaupun begitu, perenang wanita Australia itu diberi ganjaran oleh The Australian Swimming Union. Dia dilarang mengikuti kompetisi renang selama 10 tahun, yang secara langsung mengakhiri kariernya.